Kamis, 03 Oktober 2013

Akil Mochtar dan Wajah Hukum Indonesia



Wajah lembaga penegakan hukum Indonesia kembali tercoreng. Hukum Indonesia semakin jelas di titik nadir, menyusul gebrakan Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan KPK. Tim KPK yang dipimpin Anis Baswedan menangkap tangan seorang, yang tak disangka, ternyata koruptor kakap. Tidak tanggung-tanggung, tim KPK menangkap tangan Ketua Makhamah Konstitusi bernama Akil Mochtar.

Ketua Makhamah Konstitusi (MK) ditangkap bersama enam orang lainnya, tiga  di antaranya Bupati Gunung Mas Bernama Hambit Bintih, anggota DPR RI berinisial CHN, dan adik Gubernur Banten berinisial TCW. KPK menggelar Operasi Tangkap Tangan sekitar pukul 22.00 Rabu malam di rumah dinas Akil di Komplek Widya Chandra. Kini KPK telah menetapkan Akil Mochtar sebagai tersangka.

Akil Mochtar menjabat Ketua MK kira-kira tiga bulan lalu, menggantikan Mahfud MD yang memasuki masa pensiun. Sebelumnya Akil Mochtar menjabat sebagai Wakil Ketua MK. Akil adalah salah satu orang yang pernah mengusulkan agar para koruptor dipotong jarinya.

"Dulu dia yang paling ribut usul potong jari bagi koruptor," kata seorang warga yang geram melihat Akil Mochtar. "Sekarang jari sampeyan yang seharusnya dipotong!" ia lalu menuding kesal ke wajah Akil di televisinya.

Siapa sebenarnya Akil Mochtar? Inilah sekilas perjalanan pria yang lahir 18 Oktober 1960 di Putussibau, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat yang dicuplik dari berbagai sumber:

Akil Mochtar menuntaskan pendidikan SD, SMP, SMA, dan S1 Hukum  di Kalimantan. Kuliah Magister Hukum Akil Mochtar diselesaikan di Universitas Padjajaran, Bandung. Semasa sekolah dan kuliah ia aktif berorganisasi. Akil pernah menjadi ketua OSIS, Ketua alumni SMA, Ketua alumni UPB, dan ketua Resimen Mahasiswa. Pada kurun 1984 - 1999 Akil menggeluti bidang Pengacara. Ia memegang jabatan Ketua Ikatan Pengacara Hukum Indonesia (IPHI) Kalimantan Barat, sekretaris Ikadin Pontianak, serta aktif dalam sejumlah organisasi seperti Pemuda Pancasila dan KNPI. Pada 1999 Akil terpilih menjadi anggota DPR RI dari Partai Golkar. Karier legislatifnya berlangsung hingga dua periode. Pada tahun 2007 Akil sempat maju mencalonkan diri menjadi gubernur Kalimantan Barat, namun kandas. Pada tahun 2009 Akil lolos menjadi salah satu Hakim Konstitusi, hingga akhirnya ia berhasil menduduki jabatan sebagai Ketua MK.

Kini Akil Mochtar telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK untuk dua kasus dugaan suap, yaitu dugaan suap terkait sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas di kalimantan Tengah dan dugaan suap terkait sengketa Pilkada Lebak di banten.

Ketua KPK, Abraham Samad, mengatakan bahwa telah ditemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Akil menjadi tersangka.

Dalam dugaan suap terkait sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah, KPK menetapkan Akil Mochtar (AM) dan Cornelis (CN) sebagai tersangka atas dugaan penerima suap. Pasal yang dijeratkan adalah Pasal 12 UU Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 6 Ayat 2 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara calon petahana Hambit Bintih dan anggota DPR, Chairun Nisa, diduga sebagai pemberi suap dan diduga melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. 

Kasus Pilkada Lebak

Sementara dalam dugaan suap terkait sengketa Pilkada Lebak, Akil kembali ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama STA. Pasal yang dijeratkan adalah Pasal 12 UU Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 6 Ayat 2 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebagai pemberi suap, KPK menetapkan pengusaha Tubagus Chaery Wardana alias W. Ia diduga melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a UU TPK jo Pasal 55 Ayat 1ke-1 KUHP.  

Tangkap tangan

KPK menangkap tangan Akil bersama anggota DPR, Chairun Nisa, dan pengusaha Cornelis di kediaman Akil pada Rabu (2/10/2013) malam. Tak lama setelahnya, penyidik KPK menangkap Bupati Gunung Mas Hambit Bintih serta pihak swasta berinisial DH di sebuah hotel di kawasan Jakarta Pusat. Bersamaan dengan penangkapan ini, KPK menyita sejumlah uang dollar Singapura dan dollar Amerika yang dalam rupiah nilainya sekitar Rp 2,5-3 miliar.

Diduga, Chairun Nisa dan Cornelis akan memberikan uang ini kepada Akil di kediamannya malam itu. Pemberian uang itu diduga terkait dengan kepengurusan perkara sengketa pemilihan kepala daerah di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, yang diikuti Hambit Bintih selaku calon bupati petahana. Pemberian uang kepada Akil ini diduga merupakan yang pertama kalinya. Belum diketahui berapa total komitmen yang dijanjikan untuk Akil.

KPK juga menangkap tangan pengusaha yang bernama Tubagus Chaery Wardana. Adapun Chaery diketahui sebagai adik dari Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan juga suami dari Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany. Selain itu, KPK mengamankan wanita berinisial S.


DUGAAN SUAP DAN MAINKAN PERKARA




Dugaan dan bisik-bisik bahwa Akil Mochtar menerima suap dan mainkan perkara sebenarnya sudah lama terdengar. Dari menindaklanjuti  berbagai laporan masyarakat, Komisi Yudisial (KY) pernah menyampaikan hal tersebut ke MK. Ketua Komisi Yudisial, Suparman Marzuki, berharap laporan tersebut ditindaklanjuti oleh MK sebab KY tidak lagi memiliki kewenangan mengawasi dan menindak pelanggaran kode etik yang dilakukan Hakim konstitusi. laporan mengenai Akil diterima berkali-kali pada 2011 dan 2012 saat ia belum menjabat sebagai ketua MK. Tentu saja, laporan itu mengenai dugaan suap dalam penanganan sengketa Pilkada.

Sebelum Akil Mochtar tertangkap, mantan Ketua MK, Jimly Ashiddiqie juga kerap mendengar mengenai suara-suara miring tersebut. Jimly marah dan jengkel mendengar laporan bahwa Akil sering memainkan perkara.

Maria Farida Indrati, salah satu Hakim Konstitusi mengaku kaget ketika mendengar Ketua MK, Akil Mochtar, ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut dia, memang sempat ada kabar yang menyebutkan bahwa Akil menerima suap. 

"Kalau isu dari dulu. Bahkan, HP saya kadang-kadang masuk sms Pak Akil terima uang. Terus saya laporkan ke Pak Mahfud dan Pak Akil juga," ujar Maria, Rabu 2 Oktober 2013.

Informasi itu dulu, saat Ketua MK dijabat Mahfud MD. Saat itu juga, Hakim Konstitusi selalu mengingatkan agar selalu menjaga diri. "Kami saling mengingatkan untuk selalu menjaga integritas," katanya.

Paparan Refly Harun, Dugaan Suap di MK 2010





Pakar Hukum Tata Negara Refly harun pernah memaparkan dugaan suap di tubuh MK berdasarkan pengalamannya pada 2010. 

"Pada 2010 ada tiga fakta yang saya sampaikan, yaitu yang saya dengar, yang saya alami, dan yang saya lihat," kata Refly di gedung KPK. 

"Hasil dari tim investigasi yang beranggotakan Bambang Widjajanto, Adnan Buyung Nasution, Bambang Harimurti, dan Saldi Isra, terkonfirmasi ada uang satu miliar, tapi belum terkonfirmasi apakah uang itu jadi diberikan ke Akil Mochtar, Jadi kasus ini kami serahkan ke KPK, tapi selama tiga tahun belum juga naik ke peyidikan sampai Pak Akil kemarin tertangkap tangan,"

Di KPK, Refly Harun memberikan salinan laporannya mengenai pemerasan yang dilakukan Akil Mochtar saat menjadi hakim MK pada 2010. Pada tahun itu Refly menjadi kuasa hukum Calon Bupati Simalungun Jopinus Ramli Saragih. Sebagai kuasa hukum Jopinus, Refly aktif menangani perkara perselisihan hasil Pemilukada Kabupaten Simalungun 2010 di Makhamah Konstitusi.

Jopinus mengatakan ia sudah bertemu dengan Akil Mochtar yang saat itu menjadi ketua panel hakim MK. Jopinus sepakat memberikan uang 1 miliar kepada Akil, sebab jika uang sejumlah itu tidak diberikan maka permohonan salah satu pasangan calon akan dikabulkan yang berakibat adanya pemungutan suara ulang. Menurut Jopinus, awalnya Akil meminta 3 miliar, namun disepakati hanya 1 miliar. Jopinus bahkan membocorkan dua putusan MK yang akan dibacakan, yaitu putusan pengajuan UU yang diajukan Yusril Ihza Mahendra dan Putusan yang pengajuan UU yang diajukan mantan Kabareskrim Polri, Susno Duadji, yang mana menurut Jopinus permohonan Yusril dikabulkan dan Permohonan Susno ditolak, dan Akil Mochtar langsung yang membocorkan putusan itu ke Jopinus. Benar saja, beberapa jam kemudian putuan MK dibacakan, Jopinus tidak bohong.

Setelah Jopinus bercerita banyak tentang kebobrokan moral sosok Akil Mochtar, pada 24 Oktober Jopinus memenangkan gugatan. Ya, bisa jadi itu kemenangan yang dibelinya 1 miliar. Tapi apakah jadi atau tidak uang sejumlah 1 miliar itu diberikannya ke Akil, belum terkonfirmasi.

Pada 19 Oktober 2010, ketua MK saat itu Mahfud MD, menyatakan MK 100 persen bersih. Tapi pada 21 Oktober 2010 Refly membuat tulisan "MK Masih Bersih?" yang dimuat pada 25 Oktober 2010. Tulisan itu kemudian ditanggapi Mahfud MD dengan membujuk Refly yang menjadi ketua tim investigasi agar mengumumkannya ke publik.



           AKIL MOCHTAR LAYAK DIHUKUM MATI



Menyusul ditangkapnya ketua MKlewat sebuah operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK, pantaskah Akil Mochtar dituntut hukuman mati? Nyatanya banyak pihak mulai menggulirkan wacana yang menyatakan Akil Mochtar pantas dituntut hukuman mati karena sebagai salah satu ketua lembaga hukum tertinggi negara perbuatan Akil merupakan aib besar. Hukuman mati untuk Akil kiranya bisa menjadi efek jera bagi para pelaku korupsi.

Salah satu suara yang menyinggung tentang hukuman mati datang dari mantan ketua MK Jimly Ashiddiqie, yang tentu saja merasa malu lembaga yang pernah dipimpinnya tercoreng.

Ketua KPK. Abraham Samad, setuju dengan pandangan Jimly Ashiddiqie mengenai wacana hukuman mati tersebut. Menurut Abraham, KPK bisa menuntut Akil dengan hukuman mati jika memang ada bukti cukup yang menunjukkan Akil menerima uang terkait posisinya sebagai ketua MK. Menurut Abraham, Undang-undang yang ada memungkinkan KPK menuntut hukuman berat tersebut.

"Undang-undang memungkinkan, tapi dengan prasyarat khusus yang sangat ketat. Oleh karena itu dibutuhkan terobosan hukum," kata Abraham.

Sementara, Jimly Ashiddiqie mengatakan bahwa Akil telah terbukti jelas melakukan korupsi karena posisinya tertangkap tangan. Hukuman yang pantas untuk seorang ketua MK yang tertangkap tangan melakukan korupsi adalah hukuman mati. Meski Undang-undang tidak mengatur hukuman mati, jaksa KPK dapat menuntut hukuman mati.